NUCLEAR OURS
SOLUTION
Dalam beberapa tahun ke depan ini
Indonesia akan dihadapkan dengan krisis energi listrik. Hal ini sejalan dengan
semakin bertambahnya kebutuhan listrik baik akibat pertambahan penduduk maupun
kebutuhan industri yang semakin meningkat untuk suatu pembangunan yang
berkesinambungan. Namun kesediannya pasokan listrik ini akan bergantung dari
ketersedian sumber energi pemasok pembangkit listrik yang kini semakin
berkurang jumlahnya.
Listrik merupakan salah satu
kebutuhan dalam menggerakkan pembangunan. Untuk merealisasikan listrik ini
diperlukan energi pembangkit. Energi pembangkit listrik dimaksud dapat berupa
energi fosil maupun energi non fosil. Namun sayangnya, penggunaan energi
pembangkit listrik yang saat ini dominan digunakan yakni masih terbatas pada
energi fosil khususnya energi bahan bakar minyak dan batu bara. Sedangkan
energi non-fosil lainnya seperti biofuel, energi bayu/angin, air, geothermal/panas bumi dan nuklir.
Penggunaan pembangkit listrik yang
bersumber pada energi fosil minyak bumi dan batu bara memiliki berbagai
keterbatasan. Keterbatasan tersebut tidak hanya pada persediaan bahan bakar
fosil (terutama minyak bumi) diperkirakan semakin menipis. Akibatnya harga
minyak bumi semakin meningkat. Berbeda dengan minyak bumi, penggunaan energi
batu bara, walaupun pasokan yang tersedia relative masih memadai penggunaannya
sebagai energi pembangkit listrik juga diketahui menimbulkan permasalahan
lingkungan. Hal ini karena batu bara yang digunakan sebagai energi pembangkit
listrik dapat menimbulkan polusi udara dan pencemaran lingkungan serta
pengunaan energi ini diidentifikasikan memberikan kontribusi terhadap pemanasan
global dan perubahan iklim akibat emisi CO2, SOx dan NOx
yang dikeluarkannya.
Menyadari kenyataan di atas dan
dihadapkan dengan kebutuhan permintaan terhadap listrik yang semakin besar,
pemerintah melalui Peraturan Presiden No 5 tahun 2006 dengan tanggap telah
menetapkan kebijakan bauran energi
(energi mix) sebagai solusi masalah dari kebutuhan listrik. Sosialisasikan
penggunaan energi nuklir sebagai pembangkit tenaga listrik (PLTN) dirasa lebih
sulit. Hal ini disebabkan karena energi tersebut belum banyak dikembangkan di
Indonesia.
Masyarakat pertama kali mengenal tenaga nuklir dalam bentuk bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki dalam
Perang Dunia II
tahun 1945. Sedemikian dahsyatnya akibat yang ditimbulkan oleh bom
tersebut sehingga pengaruhnya masih dapat dirasakan sampai sekarang. Di samping
sebagai senjata pamungkas yang dahsyat, sejak lama orang telah memikirkan bagaimana cara
memanfaatkan tenaga nuklir untuk kesejahteraan umat
manusia. Sampai saat ini tenaga nuklir, khususnya zat radioaktif telah dipergunakan secara luas dalam berbagai bidang
antara lain bidang industri, kesehatan, pertanian,
peternakan, sterilisasi produk farmasi dan alat kedokteran, pengawetan bahan makanan, bidang
hidrologi, yang merupakan aplikasi
teknik nuklir untuk non energi.
Salah satu pemanfaatan teknik nuklir dalam bidang energi saat ini sudah berkembang dan dimanfaatkan secara besar-besaran dalam bentuk
Pembangkit Listrik Tenaga nuklir
(PLTN), dimana tenaga nuklir digunakan untuk membangkitkan
tenaga listrik yang relatif murah, aman dan tidak mencemari
lingkungan.
Kontroversi
mengenai keberadaan PLTN adalah wajar karena berbagai trauma mengenai nuklir
masih menjadi ingatan kolektif masyarakat dunia. Energi nuklir senantiasa
diakitkan dengan pembuatan sejata pemusnah masal dan fakta beberapa kecelakaan
reaktor PLTN menimbulkan korban jiwa, walaupun angka korban akibat PLTN
dibandingkan dengan kecelakaan yang lain sangatlah kecil. Penyuluhan akan hal ini menjadi
penting, karena partisipasi masyarakat dalam memberikan pendapat mengenai hal
yang berkaitan langsung dengan keselamatan jiwa banyak orang akan membuahkan dukungan masyarakat
untuk keberadaan PLTN untuk kesejahteraan masyarakat di massa mendatang. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa penggunaan energi nuklir akan sangat membantu dalam memenuhi
kebutuhan listrik di massa mendatang sebagai solusi (Nuclear ours solution).