Minggu, 27 April 2014

Psikologi Pendidikan



 PSIKOLOGI PENDIDIKAN
A.    Tujuan
1.      Siswa mampu memberikan definisi tentang psikologi pendidikan.
2.      Siswa mampu menjelaskan tentang psikologi pendidikan.
3.      Siswa mampu munjukan peranan psikologi pendidikan.
4.      Siswa mampu menerangkan tentang ruang lingkup psikologi pendidikan.

B.     Psikologi Pendidikan
Pengertian Psikologi Pendidikan

Artinya:
            "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka. Sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang."
( QS.Al-Hujurat ayat 12)
Penjelasan : Bahwa ayat ini melarang kepada setiap manusia untuk tidak berprasangka.Dalam psikologi akan mempelajari bagaimana jiwa seseorang yang selalu berprasangkaan orang yang disangka. Karena ada pepatah yang mengatakan bahwa di dalam jiwa yang sehat terdapat tubuh yang kuat.
            Psikologi berasal dari bahasa Yunani psyche” yang artinya jiwa, dan “logos” yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi, secara etimologi (menurut arti kata) psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya, atau disebut dengan  ilmu jiwa. Namun menurut gerungan (1991), ilmu jiwa berbedadengan psikologi dalam dua hal, yaitu:
1. Ilmu jiwa adalah istilah bahasa Indonesia sehari-hari yang dikenal dan digunakan secara luas, sedang psikologi merupakan istilah scientific.
2. Ilmu jiwa mengandung arti yang lebih luas dari psikologi. Ilmu jiwa meliputi semua pemikiran, pengetahuan, tanggapan, juga hayalan dan spekulasi tentang jiwa, sedang psikologi hanya meliputi ilmu pengetahuan jiwa yang berdasarkan pada kaidah-kaidah ilmiah.
            Berbicara tentang jiwa, terlebih dahulu kita harus dapat membedakan antara nyawa dengan jiwa. Nyawa adalah daya jasmaniah yang adanya tergantung pada hidup  jasmani dan menimbulkan perbuatan badaniah, yaitu perbuatan yang di timbulkan oleh proses belajar. Sedang jiwa adalah daya hidup rohaniah yang bersifat abstrak, yang menjadi penggerak dan pengatur bagi sekalian perbuatan-perbuatan pribadi (personal behavior) dari hewan tingkat tinggi dan manusia. Perbutan pribadi ialah perbuatan sebagai hasil proses belajar yang di mungkinkan oleh keadaan jasmani, rohaniah, sosial dan lingkungan. Proses belajar  ialah proses untuk meningkatkan kepribadian (personality) dengan jalan berusaha mendapatkan pengertian baru, nilai-nilai baru, dan kecakapan baru, sehingga ia dapat berbuat yang lebih sukses, dalam menghadapi kontradiksi-kontradiksi dalam hidup. Jadi jiwa mengandung pengertian-pengertian, nilai-nilai kebudayaan dan kecakapan-kecakapan[1][1].
            Pendidikan dari kata “didik”, lalu kata ini mendapat awalan me- sehingga menjadi “mendidik”, artinya memelihara dan memberi latihan. dalam memelihara dan memberi akhlak dan kecerdasan pikiran[2][2]. Selanjutnya, “pendidikan” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah peroses pengubahan sikap dan tata laku sesorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan[3][3].
            Psikologi Pendidikan adalah sebuah disiplin psikologi yang menyelidiki masalah psikologis yang terjadi dalam dunia pendidikan. Sedangkan menurut  ensiklopedia Amerika,  psikologi pendidikan adalah ilmu yang lebih berprinsip dalam proses pengajaran yang terlibat dengan penemuan – penemuan dan menerapkan prinsip – prinsip dan cara untuk meningkatkan efisiensi di dalam pendidikan.
            Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa psikologi pendidikan adalah cabang dari psikologi yang dalam penguraian dan penelitiannya lebih menekankan pada maslah pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik maupun mental, yang sangat erat hubungannya dalam masalah pendidikan terutama yang mempengaruhi proses dan keberhasilan belajar[4][4].
            Barlow (1985) mendefinisikan psikologi pendidikan sebagai sebuah pengetahuan berdasarkan riset psikologis yang menyediakan serangkaian sumber-sumber untuk membantu dalam pelaksanaan tugas seorang guru dalam proses belajar mengajar secara lebih efektif5[[5]].
Ruang Lingkup Psikologi Pendidikan
            Pada dasarnya Ilmu psikologi pendidikan adalah sebuah disiplin psikologi yang khusus mempelajari, meneliti, dan membahas seluruh tingkah laku manusia yang terlibat dalam proses pendidikan itu, meliputi tingkah laku belajar, tingkah laku mengajar, dan tingkah laku belajar mengajar (oleh guru dan siswa yang saling berinteraksi).
            Inti persoalan psikologis dalam psikologi pendidikan tanpa mengabaikan persoalan psikologi guru, terletak pada siswa. Pendidikan pada hakikatnya adalah pelayanan yang khusus diperuntukkan bagi siswa. Karena itu, ruang lingkup pokok bahasan psikologi pendidikan, selain teori-teori psikologi pendidikan sebagai ilmu, juga berbagai aspek psikologis para siswa khususnya ketika mereka terlibat dalam proses belajar dan dalam proses belajar-mengajar.
            Secara garis besar, banyak ahli yang membatasi pokok-pokok bahasan psikologi pendidikan menjadi tiga macam, yaitu:
            1.  Pokok bahasan mengenai “belajar”, yang meliputi teori-teori, prinsip-prinsip, dan ciri-ciri khas perilaku belajar siswa, dan lain sebagainya.
            2.  Pokok bahasan mengenai “proses belajar”, yakni tahapan perbuatan dan peristiwa yang terjadi dalam kegiatan belajar  siswa.
            3. Pokok bahasan mengenai “situasi belajar”, yakni suasana dan keadaan lingkungan baik bersifat fisik maupun nonfisik yang  berhubungan dengan kegiatan belajar siswa.
            Sedangkan samuel smith mengemukakan pendapatnya mengenai pokok-pokok bahasan psikologi pendidikan terbagi menjadi 16 macam, yaitu:
1. Pengetahuan tentang psikologi pendidikan (the science of educational psychology).
2. Hereditas atau karakteristik pembawaan sejak lahir (heredity).
3. Lingkungan yang bersifat fisik (physical structure).
4. Perkembangan siswa (growth).
5. Proses-proses tingkah laku (behavior process).
6. Hakikat dan ruang lingkup belajar (nature and scope of  learning).
7. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar (factors that condition learning).
8. Hukum-hukum dan teori-teori belajar (laws and theoris of learning).
9. Pengukuran, yakni prinsip-prinsip dasar dan batasan-batasan pengukuran/evaluasi (measurement: basic principles and definitions).
10.Transfer belajar, meliputi mata pelajaran (transfer of learning subject matters).
11. Sudut-sudut pandang praktis mengenai pengukuran (practical aspects of measurement).
12. Ilmu statistik dasar (element of statistics).
13. Kesehatan rohani (mental hygiene).
14. Pendidikan membentuk watak (character educations).
15. Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah menengah (psychology of secondary school subjects).
16. Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah dasar (psychology of elementary school subjects).
           
            Keenam belas pokok bahasan diatas, konon telah dikupas oleh hampir semua ahli yang telah diselediki smith, walaupun porsi (jumlah bagian/jatah) yang diberikan dalam pengupasan tersebut tidak sama. Karena psikologi pendidikan merupakan ilmu yang memusatkan dirinya pada penemuan dan penerapan prinsip-prinsip dan teknik-teknik psikologi kedalam pendidikan, maka ruang lingkup psikologi pendidikan mencakup topik-topik psikologi yang erat hubungannya dengan pendidikan[6][6].
            Dari rangkaian pokok-pokok bahasan diatas, tampak sangat jelas bahwa masalah belajar (learning) adalah masalah yang paling sentral dan vital, (inti dan amat penting) dalam psikologi pendidikan. Dari seluruh proses pendidikan kegiatan belajar siswa merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini bermakna bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak terpulang kepada proses belajar siswa baik ketika ia berada di dalam kelas maupun diluar kelas.
            Selanjutnya, walupun masalah belajar merupakan pokok bahasan sentral dan vital, tidak berarti masalah-masalah lain tidak perlu dibahas oleh psikologi pendidikan. Masalah mengajar (teaching) dan proses belajar mengajar (teaching-learning process) seperti telah penyusun tekankan sebelum ini, juga dibicarakan dengan porsi yang cukup besar dan luas dalam psikologi pendidikan. Betapa pentingnya masalah proses belajar mengajar tersebut, terbukti dengan banyaknya penelitian yang dilakukan dan buku-buku psikologi pendidikan yang secara khusus membahas masalah interaksi instruksional (hubungan bersifat pengajaran antara guru dan siswa[7][7].
            Secara terbatas, menurut Barlow (1985), ruang lingkup psikologi pendidikan meliputi:
1. Contex of teaching and learning (situasi atau tempat yang berhubungan dengan mengajar dan belajar).
2. Process of teaching and learning (proses atau tahapan-tahapan dalam belajar dan mengajar)
3. Outcomes of teaching and learning (hasil-hasil yang dicapai oleh  proses mengajar dan belajar)[8][8].

Metode Penelitian dalam Psikologi Pendidikan
            Metode merupakan cara yang digunakan atau jalan yang ditempuh menuju ketujuan tertentu. Maka metode psikologi pendidikan adalah cara yang digunakan atau jalan yang ditempuh untuk sampai pada tujuan psikologi pendidikan, yaitu mendapatkan asas-asas, pokok-pokok, atau prinsip-prinsip tentang tingkah laku anak didik dalam situasi pendidikan dan yang dapat membantu pendidikan. Dalam hal-hal tertentu dan dalam batas-batas tertentu, metode ini juga dapat dipergunakan oleh para pendidik atau para guru dalam memahami dan memecahkan masalah-masalah pendidikan.
            Pada dasarnya metode itu meliputi usaha pengumpulan data, pengolahan dana penyimpulannya. Berikut ini dibahas beberapa metode yang lazim dipergunakan dalam psikologi pendidikan, dengan titik berat pada metode pengumpulan data.

a.        Metode Observasi
            Metode observasi adalah metode yang dilakukan dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap tingkah laku anak didik dalam situasi yang wajar, dilaksanakan dengan berencana, kontinyu dan sistematik, serta diikuti dengan upaya mencatat atau merekam secara lengkap. Dengan sifat wajar, berarti bahwa anak didik itu dalam keadaan tidak dibuat-buat dan tidak mengetahui anak didik itu sedang di observasi. Berencana berarti bahwa sebelum observasi dilaksanakan harus ada persiapan yang matang tentang aspek-aspek tingkah laku yang akan di observasi. Dengan kontinyu berarti bahwa dalam melaksanakan observasi harus bersambungan antara periode yang satu dengan periode yang lain. Dengan sistematik berarti bahwa aspek-aspek yang di observasi itu harus tersusun secar teratur, sehingga tidak sekedar tumpukan catatan tentang tingkah laku. Dengan upaya mencatat atau merekam tentu dengan mudah kita fahami karena jika hanya mengamati tanpa mencatat atau merekam, maka hasilnya mudah dilupakan. Dewasa ini dengan kemajuan teknologi, observasi itu semakin maju. Akan tetapi, penggunaan teknik observasi sangat bergantung pada situasi dimana observasi dilakukan. Untuk itu, ada tiga teknik observasi yang masing-masing umumnya cocok untuk keadaan tertentu, yaitu: (a) observasi partisipan, (b) observasi sistematik, dan (c) observasi eksperimental (Hadi,2000)

b.       Metode Experimen dan Tes
            Dengan metode experiment dengan sengaja diciptakan situasi buatan. Dalam pendidikan, dan pada situasi itu ditempatkan subjek penelitian tertentu. Kepada subjek di sampaikan perangsang-perangsang tentu untuk mendapatkan reaksi atau response tertentu. Kemudian response itu di analisis untuk mendapatkan kesimpulan tertentu. Pada lazimnya digunakan dua kemlompok subjek, yaitu kelompok experien dan kelompok control. Mirip metode experiment adalah metode tes. Metode test dilakukan dengan memberikan tugas yang dilakukan oleh subjek, baik tugas tertulis maupun tugas lisan. Perbedaan metode experiment dengan metode test

Metode eksperimen
Metode test
Eksperimen akan memperoleh prinsip umum yang berkenan dengan seluruh subjek, atau akan diperoleh suatu genelralisasi
Tes akan memperoleh perbedaan sifat-sifat individual setiap subjek,
Pada eksperiment dapat digunakan tes sebagai alat,
Pada tes digunakan item-item atau pola untuk dilakukan oleh para subjek, tidak mungkin test menggunakan experiment.
Ada beberapa macam test misalnya test intelegensi, test sikap, test situasi, test kecepatan reaksi, dan test hasil belajar dan sebagainya.
c.        Metode Kuesioner dan Interview
            Kuesioner sering disebut juga angket. Berupa daftar yang memuat sejumlah pertanyaan yang disampaikan kepada subjek untuk dikerjakan (dijawab). Jawaban-jawaban itu kemudian dianalisis dan disimpulkan. Pada umumnya jawaban itu sudah tersedia, sehingga subjek tinggal memilih jawaban yang tepat untuk setiap item. Ditinjau dari segi penjawab, dapat dibedakan atas dua macam, yaitu langsung (direct) dan tak langsung (indirect). Disebut langsung jika yang harus menjawab adalah subjek itu sendiri, dan disebut tak langsung jika yang menjawab harus menjawab adalah orang yang mengetahui hal-ikhwalnya subjek itu.
d.       Metode Ilmiah
            Metode Ilmiah merupakan prosedur yang sistematik dalam memecahkan permasalahan dan merupakan suatu pendekatan objektif yang terbuka untuk dikritik, dikonfirmasikan, dimodifikasi atau bahkan mungkin ditolak kebenarannya oleh penelitian berikutnya. Digunakan untuk menyelesaikan permasalahan perilaku yang lebih kompleks yang harus bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
e.        Metode Diferensial
            Digunakan untuk meneliti perbedaan-perbedaan individual yang terdapat di antara anak didik. Menggunakan berbagai macam teknik pengukuran (contoh: tes, angket, dsb) serta menggunakan statistik untuk menganalisis.
f.        Metode Klinis
            Digunakan untuk mengumpulkan data secara lebih rinci mengenai perilaku penyesuaian dan kasus-kasus perilaku menyimpang.
            Metode penelitian dalam psikologi pendidikan pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan metode penelitian yang digunakan dalm cabnag-cabang psikologi lainnya. Metode yang pertama-tama digunakan dalam psikologi adalah spekulasi (Walgito, 1997). Namun dengan berdirinya psikologi sebagai sebuah ilmu yang didasarkan pada pengalaman-pengalaman empiris, maka saat ini metode yang digunakan dalam penelitian-penelitian psikologi sudah cukup banyak dan beragam. Secara garis besar, metode penelitian yang biasa digunakan dalam psikologi khususnya psikologi pendidikan adalah:

1.      Metode Longitudinal
            Yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan data tentang subjek yang sama secara berulang-ulang dalam rentang waktu yang panjang. Dengan demikian, metode ini membutuhkan waktu yang relatif lama untuk mencapai suatu hasil penelitian. Hal ini karena metode ini dilakukan hari demi hari, bulan demi bulan, bahkan mungkin tahun demi tahun, dengan menyelidiki semua urutan kejadian. Metode penelitian ini biasa digunakan untuk mempelajari perkembangan manusia. Misalnya, perkembangan kemampuan belajar manusia dapat dipelajari dengan menggunakan metode ini. Hasil pengamatan dicatat hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun. Hasil tersebut dikumpulkan dan diolah kemudian ditarik kesimpulan. Karenanya, penelitian yang menggunakan metode ini membutuhkan waktu yang lama, kesabaran, serta ketekunan.
            2.Metode Cross-sectional
            Yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan data pada suatu titik waktu dari sampel yang terdiri dari satu atau lebih kelompok yang dibandingkan variabelnya. Dengan demikian, metode ini merupakan kebalikan dari metode longitudinal, karena tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama. Misalnya, meneliti perbedaan gaya belajar mahasiswa jurusan ilmu-ilmu sosial dengan mahasiswa jurusan ilmu-ilmu eksak, dapat dilakukan dalam waktu yang relative singkat dengan cara mengumpulkan data tentang gaya belajar mereka dalam waktu yang bersamaan, kemudian hasilnya dibandingkan dan ditarik kesimpulan[9][9].
                       


Identitas Siswa
Nama                                 : Ahmad Zulfiqri
Tempat tanggal lahir         : Tanggerang, 30 juli 2001
Umur                                 : 13 tahun
Tinggi Badan                    : 138 cm
Berat Badan                      : 33 kg
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Satuan Pendidikan            :  MTs Al-Amar
Mata Pelajaran                  :  Fisika
Kelas/Semester                  :  VIII/ 2
Materi Pokok                    :  Usaha dan Energi
Alokasi waktu                   :  2 x 40 menit
A.    KOMPETENSI INTI
Memahami peranan usaha,gaya,dan energi dalam kehidupan sehari-hari.

B.     KOMPETENSI DASAR
Mengidentifikasi jenis gaya dan pengaruhnya pada suatu benda yang dikenai gaya.

C.    TUJUAN PEMBELAJARAN
1.      Siswa mampu menghubungkan antara usaha dengan gaya. (P1)
      Alasan:
Keterampilan psikomotorik berkembang sejalan dengan pertumbuhan ukuran tubuh, kemampuan fisik, dan perubahan fisiologi. Pada masa ini, laki-laki mengalami perkembangan psikomotorik yang lebih pesat dibanding perempuan. Kemampuan psikomotorik laki laki cenderung terus meningkat dalam hal kekuatan, kelincahan, dan daya tahan. Secara umum, perkembangan psikomotorik pada perempuan terhenti setelah mengalami menstruasi. Oleh karena itu, kemampuan psikomotorik laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan. Kata menghubungkan merupakan tingkat penguasaan keterampilan yang termasuk dalam kategori Mempersepsikan (P1),yaitu keterampilan menggunakan berbagai isyarat sensor untuk melakukan aktivitas motorik seperti keterampilan menerjemahkan isyarat indra.(Bloom,1956)

2.      Siswa mampu menanggapi perubahan yang ditimbulkan oleh gaya.(P2)
      Alasan:
Menurut Simpson(1972),domain psikomotorik menyangkut keterampilan gerakan dan kordinasi secara fisik dalam menggunakan keterampilan fisik.
Kata menanggapi merupakan tingkat penguasaan keterampilan yang termasuk dalam kategori Kesiapan (P2),yaitu keterampilan untuk meningkatkan kesiapan fisik,mental, dan emosional untuk melakukan suatu tindakan.

3.      Siswa mampu memperlihatkan adanya hubungan antara energi dan usaha. (P3)
       Alasan:
Loree (1970) menyatakan aspek psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu, aspek psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya.
Simpson (1956) menyatakan bahwa “Hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu.
      Kesimpulannya yang dapat ambil adalah aspek psikomotorik adalah kelanjutan dari kognitif (memahami sesuatu) dan afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku).
Remaja adalah individu yang terentang pada periode perkembangan
sejak berakhirnya masa anak sampai datangnya awal masa dewasa. Masa remaja berlangsung sekitar 11/12 tahun s.d 18/20 tahun.
Usia 13 tahun sudah memasuki masa remaja awal yang ditandai dengan:
·         Laju perkembangan sangat cepat
·         Proporsi ukuran tinggi dan berat badan sering kurang seimbang
·         Munculnya ciri-ciri skunder(tumbuh bulu pada pubic region,dsb)
·         Aktif dalam berbagai jenis permainan/aktivitas.
Kata memperlihatkan termasuk dalam Kategori gerakan terbimbing yang salah satu kemampuan internalnya yaitu meniru contoh yang berkaitan dengan materi yang sedang diajarkan.

4.      Siswa mampu memberi contoh tentang usaha dan gaya. (C2)
      Alasan:
Kognitif adalah proses yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan saraf pada waktu manusia sedang berpikir (Gagne dalam Jamaris, 2006). Piaget membagi tahapan perkembangan kognitif ke dalam empat periode, yaitu:
·         Tahap sensorimotor (usia 0-2 tahun)
·         Tahap praoperasional (usia 2-7 tahun)
·         Tahap operasional konkrit (usia 7-11tahun)
·         Tahap operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Pada tahap ini  remaja  mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan dengan objek atau saat peristiwanya berlangsung sehingga dapat memecahkan permasalahan yang sifatnya verbal.
Menurut Bloom (1956) domain kognitif diantaranya yaitu Pemahaman (comprehension).
Memberikan contoh tentang adalah salah satu kata-kata kerja operasional yang terdapat dalam kategori pemahaman yang mengacu kepada kemampuan memahami makna materi. Aspek ini satu tingkat di atas pengetahuan dan merupakan tingkat berfikir yang rendah.

5.      Siswa mampu menemukan usaha yang dilakukan oleh sebuah gaya pada            suatu benda. (C3)
      Alasan:
Piaget membagi tahapan perkembangan kognitif,salah satu tahapannya adalah Tahap operasional formal (usia 11tahun sampai dewasa). Pada tahap ini diperoleh kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.
Bloom (1956) menyatakan aspek kognitif adalah kemampuan intelektual siswa dalam berpikir, mengetahui dan memecahkan masalah.
Menurut Bloom (1956) domain kognitif terbagi atas 6 bagian yaitu :
1.         Pengetahuan (knowledge)
2.         Pemahaman (comprehension)
3.         Penerapan (application)
Menemukan adalah salah satu kata-kata kerja operasional yang terdapat dalam kategori penerapan. Pada tahap ini mengacu kepada kemampuan menggunakan atau menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut penggunaan aturan dan prinsip. Penerapan merupakan tingkat kemampuan berfikir yang lebih tinggi daripada pemahaman.
4.         Analisa (analysis)
5.         Sintesa
6.         Evaluasi (evaluation)

6.      Siswa mampu menanggapi fenomena yang berkaitan dengan usaha dan energi. (A2)
      Alasan:
Menurut Bloom (1956) aspek afektif dibagi menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, diantaranya yaitu Menanggapi atau partisipasi (A2)
Menanggapi mengandung arti “adanya partisipasi aktif”.
 Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang receiving. Contoh hasil belajar ranah afektif responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya lebih jauh atau menggali lebih dalam lagi.

7.      Siswa mampu menyatakan pendapat mengenai gaya, usaha, dan energi. (A3)
      Alasan:
Menurut Bloom (1956) aspek afektif dibagi menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu:
1.      Penerimaan
2.       Menanggapi atau partisipasi
3.       Penilaian atau penentuan sikap.
Kata menyatakan pendapat adalah salah satu kata kerja operasional yang terdapat pada kategori penilaian atau penentuan sikap. Artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau objek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena..
4.       Pengaturan atau pengorganisasian
5.       Pembentukan pola






[1][1] Agus Sujanto, Psikologi Umum, ( Jakarta : Bumi Aksara, 2001), hlm.1
[2][2] Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991. H. 232.
[3][3] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya. 2003), hlm. 7.
[4][4] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 9
5[5] Nyayu Khodijah. Psikologi Pendidikan. (Jakarta: Raja Grafindo persada, 2014), hlm 21.
[6][6] M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), cet. VI, hlm. 12-15
[7][7] Ibid, hlm. 16
[8] [8] Nyayu Khodijah. Psikologi Pendidikan. (Jakarta: Raja Grafindo persada, 2014), hlm 23.

[9] [9] Nyayu Khodijah. Psikologi Pendidikan. (Jakarta: Raja Grafindo persada, 2014), hlm 26.