PSIKOLOGI
PENDIDIKAN
A. Tujuan
1. Siswa
mampu memberikan definisi tentang psikologi pendidikan.
2. Siswa
mampu menjelaskan tentang psikologi pendidikan.
3. Siswa
mampu munjukan peranan psikologi pendidikan.
4. Siswa
mampu menerangkan tentang ruang lingkup psikologi pendidikan.
B. Psikologi
Pendidikan
Pengertian
Psikologi Pendidikan
"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka. Sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang."
( QS.Al-Hujurat ayat
12)
Penjelasan : Bahwa ayat
ini melarang kepada setiap manusia untuk tidak berprasangka.Dalam psikologi
akan mempelajari bagaimana jiwa seseorang yang selalu berprasangkaan orang yang
disangka. Karena ada pepatah yang mengatakan bahwa di dalam jiwa yang sehat
terdapat tubuh yang kuat.
Psikologi berasal dari bahasa Yunani
“psyche” yang artinya jiwa, dan “logos”
yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi, secara etimologi (menurut arti kata)
psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam
gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya, atau disebut dengan ilmu
jiwa. Namun menurut gerungan (1991), ilmu jiwa berbedadengan psikologi dalam
dua hal, yaitu:
2. Ilmu jiwa mengandung arti yang lebih luas dari psikologi. Ilmu
jiwa meliputi semua pemikiran, pengetahuan, tanggapan, juga hayalan dan
spekulasi tentang jiwa, sedang psikologi hanya meliputi ilmu pengetahuan jiwa
yang berdasarkan pada kaidah-kaidah ilmiah.
Berbicara tentang
jiwa, terlebih dahulu kita harus dapat membedakan antara nyawa dengan jiwa.
Nyawa adalah daya jasmaniah yang adanya tergantung pada hidup jasmani dan menimbulkan perbuatan badaniah,
yaitu perbuatan yang di timbulkan oleh proses belajar. Sedang jiwa adalah daya
hidup rohaniah yang bersifat abstrak, yang menjadi penggerak dan pengatur bagi
sekalian perbuatan-perbuatan pribadi (personal behavior) dari hewan tingkat
tinggi dan manusia. Perbutan pribadi ialah perbuatan sebagai hasil proses
belajar yang di mungkinkan oleh keadaan jasmani, rohaniah, sosial dan
lingkungan. Proses belajar ialah proses untuk meningkatkan kepribadian
(personality) dengan jalan berusaha mendapatkan pengertian baru, nilai-nilai
baru, dan kecakapan baru, sehingga ia dapat berbuat yang lebih sukses, dalam
menghadapi kontradiksi-kontradiksi dalam hidup. Jadi jiwa mengandung
pengertian-pengertian, nilai-nilai kebudayaan dan kecakapan-kecakapan[1][1].
Pendidikan dari kata “didik”,
lalu kata ini mendapat awalan me- sehingga menjadi “mendidik”, artinya memelihara dan memberi latihan. dalam memelihara
dan memberi akhlak dan kecerdasan pikiran[2][2]. Selanjutnya, “pendidikan” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah peroses
pengubahan sikap dan tata laku sesorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan[3][3].
Psikologi Pendidikan adalah sebuah disiplin psikologi
yang menyelidiki masalah psikologis yang terjadi dalam dunia pendidikan.
Sedangkan menurut ensiklopedia Amerika, psikologi pendidikan adalah ilmu yang lebih
berprinsip dalam proses pengajaran yang terlibat dengan penemuan – penemuan dan
menerapkan prinsip – prinsip dan cara untuk meningkatkan efisiensi di dalam pendidikan.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa psikologi
pendidikan adalah cabang dari psikologi yang dalam penguraian dan penelitiannya
lebih menekankan pada maslah pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik
maupun mental, yang sangat erat hubungannya dalam masalah pendidikan terutama
yang mempengaruhi proses dan keberhasilan belajar[4][4].
Barlow (1985) mendefinisikan psikologi pendidikan sebagai
sebuah pengetahuan berdasarkan riset psikologis yang menyediakan serangkaian
sumber-sumber untuk membantu dalam pelaksanaan tugas seorang guru dalam proses
belajar mengajar secara lebih efektif5[[5]].
Ruang Lingkup Psikologi
Pendidikan
Pada dasarnya
Ilmu psikologi pendidikan adalah sebuah disiplin psikologi yang khusus
mempelajari, meneliti, dan membahas seluruh tingkah laku manusia yang terlibat
dalam proses pendidikan itu, meliputi tingkah laku belajar, tingkah laku
mengajar, dan tingkah laku belajar mengajar (oleh guru dan siswa yang saling
berinteraksi).
Inti persoalan psikologis dalam psikologi pendidikan tanpa
mengabaikan persoalan psikologi guru, terletak pada siswa. Pendidikan pada
hakikatnya adalah pelayanan yang khusus diperuntukkan bagi siswa. Karena itu,
ruang lingkup pokok bahasan psikologi pendidikan, selain teori-teori psikologi
pendidikan sebagai ilmu, juga berbagai aspek psikologis para siswa khususnya
ketika mereka terlibat dalam proses belajar dan dalam proses belajar-mengajar.
Secara garis besar, banyak ahli yang membatasi pokok-pokok bahasan
psikologi pendidikan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Pokok
bahasan mengenai “belajar”, yang meliputi teori-teori, prinsip-prinsip, dan
ciri-ciri khas perilaku belajar siswa, dan lain sebagainya.
2. Pokok
bahasan mengenai “proses belajar”, yakni tahapan perbuatan dan peristiwa yang
terjadi dalam kegiatan belajar siswa.
3. Pokok bahasan
mengenai “situasi belajar”, yakni suasana dan keadaan lingkungan baik bersifat
fisik maupun nonfisik yang berhubungan
dengan kegiatan belajar siswa.
Sedangkan samuel smith mengemukakan pendapatnya mengenai
pokok-pokok bahasan psikologi pendidikan terbagi menjadi 16 macam, yaitu:
1. Pengetahuan
tentang psikologi pendidikan (the science of educational psychology).
2.
Hereditas atau karakteristik pembawaan sejak lahir (heredity).
3. Lingkungan
yang bersifat fisik (physical structure).
4.
Perkembangan siswa (growth).
5.
Proses-proses tingkah laku (behavior process).
6.
Hakikat dan ruang lingkup belajar (nature and scope of learning).
7. Faktor-faktor
yang mempengaruhi belajar (factors that condition learning).
8. Hukum-hukum
dan teori-teori belajar (laws and theoris of learning).
9.
Pengukuran, yakni prinsip-prinsip dasar dan batasan-batasan pengukuran/evaluasi
(measurement: basic principles and definitions).
10.Transfer
belajar, meliputi mata pelajaran (transfer of learning subject matters).
11.
Sudut-sudut pandang praktis mengenai pengukuran (practical aspects of
measurement).
12.
Ilmu statistik dasar (element of statistics).
13. Kesehatan
rohani (mental hygiene).
14. Pendidikan
membentuk watak (character educations).
15. Pengetahuan
psikologi tentang mata pelajaran sekolah menengah (psychology of secondary
school subjects).
16. Pengetahuan
psikologi tentang mata pelajaran sekolah dasar (psychology of elementary
school subjects).
Keenam belas pokok bahasan diatas,
konon telah dikupas oleh hampir semua ahli yang telah diselediki smith,
walaupun porsi (jumlah bagian/jatah) yang diberikan dalam pengupasan tersebut
tidak sama. Karena psikologi
pendidikan merupakan ilmu yang memusatkan dirinya pada penemuan dan penerapan
prinsip-prinsip dan teknik-teknik psikologi kedalam pendidikan, maka ruang
lingkup psikologi pendidikan mencakup topik-topik psikologi yang erat
hubungannya dengan pendidikan[6][6].
Dari rangkaian pokok-pokok bahasan diatas, tampak sangat jelas
bahwa masalah belajar (learning) adalah masalah yang paling sentral dan vital,
(inti dan amat penting) dalam psikologi pendidikan. Dari seluruh proses
pendidikan kegiatan belajar siswa merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini
bermakna bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak terpulang
kepada proses belajar siswa baik ketika ia berada di dalam kelas maupun diluar
kelas.
Selanjutnya, walupun masalah belajar merupakan pokok bahasan
sentral dan vital, tidak berarti masalah-masalah lain tidak perlu dibahas oleh
psikologi pendidikan. Masalah mengajar (teaching) dan proses belajar mengajar
(teaching-learning process) seperti telah penyusun tekankan sebelum ini, juga
dibicarakan dengan porsi yang cukup besar dan luas dalam psikologi pendidikan.
Betapa pentingnya masalah proses belajar mengajar tersebut, terbukti dengan
banyaknya penelitian yang dilakukan dan buku-buku psikologi pendidikan yang
secara khusus membahas masalah interaksi instruksional (hubungan bersifat pengajaran
antara guru dan siswa[7][7].
Secara terbatas, menurut Barlow
(1985), ruang lingkup psikologi pendidikan meliputi:
1.
Contex of teaching and learning (situasi atau tempat yang berhubungan dengan
mengajar dan belajar).
2.
Process of teaching and learning (proses atau tahapan-tahapan dalam belajar dan
mengajar)
3.
Outcomes of teaching and learning (hasil-hasil yang dicapai oleh proses mengajar dan belajar)[8][8].
Metode Penelitian dalam
Psikologi Pendidikan
Metode
merupakan cara yang digunakan atau jalan yang ditempuh menuju ketujuan
tertentu. Maka metode psikologi pendidikan adalah cara yang digunakan atau
jalan yang ditempuh untuk sampai pada tujuan psikologi pendidikan, yaitu
mendapatkan asas-asas, pokok-pokok, atau prinsip-prinsip tentang tingkah laku
anak didik dalam situasi pendidikan dan yang dapat membantu pendidikan. Dalam
hal-hal tertentu dan dalam batas-batas tertentu, metode ini juga dapat
dipergunakan oleh para pendidik atau para guru dalam memahami dan memecahkan
masalah-masalah pendidikan.
Pada dasarnya metode itu meliputi
usaha pengumpulan data, pengolahan dana penyimpulannya. Berikut ini dibahas
beberapa metode yang lazim dipergunakan dalam psikologi pendidikan, dengan
titik berat pada metode pengumpulan data.
a.
Metode Observasi
Metode
observasi adalah metode yang dilakukan dengan jalan mengadakan pengamatan
terhadap tingkah laku anak didik dalam situasi yang wajar, dilaksanakan dengan
berencana, kontinyu dan sistematik, serta diikuti dengan upaya mencatat atau
merekam secara lengkap. Dengan sifat wajar, berarti bahwa anak didik itu dalam
keadaan tidak dibuat-buat dan tidak mengetahui anak didik itu sedang di
observasi. Berencana berarti bahwa sebelum observasi dilaksanakan harus ada
persiapan yang matang tentang aspek-aspek tingkah laku yang akan di observasi.
Dengan kontinyu berarti bahwa dalam melaksanakan observasi harus bersambungan
antara periode yang satu dengan periode yang lain. Dengan sistematik berarti
bahwa aspek-aspek yang di observasi itu harus tersusun secar teratur, sehingga
tidak sekedar tumpukan catatan tentang tingkah laku. Dengan upaya mencatat atau
merekam tentu dengan mudah kita fahami karena jika hanya mengamati tanpa
mencatat atau merekam, maka hasilnya mudah dilupakan. Dewasa ini dengan
kemajuan teknologi, observasi itu semakin maju. Akan tetapi, penggunaan teknik
observasi sangat bergantung pada situasi dimana observasi dilakukan. Untuk itu,
ada tiga teknik observasi yang masing-masing umumnya cocok untuk keadaan
tertentu, yaitu: (a) observasi partisipan, (b) observasi sistematik, dan (c)
observasi eksperimental (Hadi,2000)
b. Metode Experimen dan Tes
Dengan
metode experiment dengan sengaja diciptakan situasi buatan. Dalam pendidikan,
dan pada situasi itu ditempatkan subjek penelitian tertentu. Kepada subjek di
sampaikan perangsang-perangsang tentu untuk mendapatkan reaksi atau response
tertentu. Kemudian response itu di analisis untuk mendapatkan kesimpulan
tertentu. Pada lazimnya digunakan dua kemlompok subjek, yaitu kelompok experien
dan kelompok control. Mirip metode experiment adalah metode tes. Metode test
dilakukan dengan memberikan tugas yang dilakukan oleh subjek, baik tugas
tertulis maupun tugas lisan. Perbedaan metode experiment dengan metode test
Metode eksperimen
|
Metode test
|
Eksperimen akan memperoleh prinsip umum yang berkenan
dengan seluruh subjek, atau akan diperoleh suatu genelralisasi
|
Tes akan memperoleh perbedaan sifat-sifat individual
setiap subjek,
|
Pada eksperiment dapat digunakan tes sebagai alat,
|
Pada tes digunakan item-item atau pola untuk dilakukan
oleh para subjek, tidak mungkin test menggunakan experiment.
|
Ada beberapa macam test misalnya test intelegensi, test
sikap, test situasi, test kecepatan reaksi, dan test hasil belajar dan
sebagainya.
c.
Metode Kuesioner dan Interview
Kuesioner sering disebut juga
angket. Berupa daftar yang memuat sejumlah pertanyaan yang disampaikan kepada
subjek untuk dikerjakan (dijawab). Jawaban-jawaban itu kemudian dianalisis dan
disimpulkan. Pada umumnya jawaban itu sudah tersedia, sehingga subjek tinggal
memilih jawaban yang tepat untuk setiap item. Ditinjau dari segi penjawab,
dapat dibedakan atas dua macam, yaitu langsung (direct) dan tak langsung
(indirect). Disebut langsung jika yang harus menjawab adalah subjek itu
sendiri, dan disebut tak langsung jika yang menjawab harus menjawab adalah
orang yang mengetahui hal-ikhwalnya subjek itu.
d. Metode Ilmiah
Metode
Ilmiah merupakan prosedur yang sistematik dalam memecahkan permasalahan dan
merupakan suatu pendekatan objektif yang terbuka untuk dikritik,
dikonfirmasikan, dimodifikasi atau bahkan mungkin ditolak kebenarannya oleh
penelitian berikutnya. Digunakan untuk menyelesaikan permasalahan perilaku yang
lebih kompleks yang harus bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
e.
Metode Diferensial
Digunakan
untuk meneliti perbedaan-perbedaan individual yang terdapat di antara anak
didik. Menggunakan berbagai macam teknik pengukuran (contoh: tes, angket, dsb)
serta menggunakan statistik untuk menganalisis.
f.
Metode Klinis
Digunakan untuk mengumpulkan data
secara lebih rinci mengenai perilaku penyesuaian dan kasus-kasus perilaku
menyimpang.
Metode
penelitian dalam psikologi pendidikan pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan
metode penelitian yang digunakan dalm cabnag-cabang psikologi lainnya. Metode
yang pertama-tama digunakan dalam psikologi adalah spekulasi (Walgito, 1997).
Namun dengan berdirinya psikologi sebagai sebuah ilmu yang didasarkan pada
pengalaman-pengalaman empiris, maka saat ini metode yang digunakan dalam
penelitian-penelitian psikologi sudah cukup banyak dan beragam. Secara garis
besar, metode penelitian yang biasa digunakan dalam psikologi khususnya
psikologi pendidikan adalah:
1.
Metode Longitudinal
Yaitu metode
penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan data tentang subjek yang sama
secara berulang-ulang dalam rentang waktu yang panjang. Dengan demikian, metode
ini membutuhkan waktu yang relatif lama untuk mencapai suatu hasil penelitian.
Hal ini karena metode ini dilakukan hari demi hari, bulan demi bulan, bahkan
mungkin tahun demi tahun, dengan menyelidiki semua urutan kejadian. Metode
penelitian ini biasa digunakan untuk mempelajari perkembangan manusia.
Misalnya, perkembangan kemampuan belajar manusia dapat dipelajari dengan
menggunakan metode ini. Hasil pengamatan dicatat hari demi hari, bulan demi
bulan, dan tahun demi tahun. Hasil tersebut dikumpulkan dan diolah kemudian
ditarik kesimpulan. Karenanya, penelitian yang menggunakan metode ini
membutuhkan waktu yang lama, kesabaran, serta ketekunan.
2.Metode Cross-sectional
Yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan
mengumpulkan data pada suatu titik waktu dari sampel yang terdiri dari satu
atau lebih kelompok yang dibandingkan variabelnya. Dengan demikian, metode ini
merupakan kebalikan dari metode longitudinal, karena tidak membutuhkan waktu
yang terlalu lama. Misalnya, meneliti perbedaan gaya belajar mahasiswa jurusan
ilmu-ilmu sosial dengan mahasiswa jurusan ilmu-ilmu eksak, dapat dilakukan
dalam waktu yang relative singkat dengan cara mengumpulkan data tentang gaya
belajar mereka dalam waktu yang bersamaan, kemudian hasilnya dibandingkan dan
ditarik kesimpulan[9][9].
Identitas
Siswa
Nama : Ahmad
Zulfiqri
Tempat tanggal lahir : Tanggerang, 30 juli 2001
Umur : 13 tahun
Tinggi Badan : 138 cm
Berat Badan : 33 kg
RENCANA
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Satuan
Pendidikan : MTs Al-Amar
Mata
Pelajaran : Fisika
Kelas/Semester : VIII/ 2
Materi Pokok : Usaha dan Energi
Alokasi waktu : 2 x 40 menit
Kelas/Semester : VIII/ 2
Materi Pokok : Usaha dan Energi
Alokasi waktu : 2 x 40 menit
A.
KOMPETENSI
INTI
Memahami peranan usaha,gaya,dan energi
dalam kehidupan sehari-hari.
B.
KOMPETENSI
DASAR
Mengidentifikasi jenis gaya dan
pengaruhnya pada suatu benda yang dikenai gaya.
C.
TUJUAN
PEMBELAJARAN
1. Siswa
mampu menghubungkan antara usaha dengan gaya. (P1)
Alasan:
Keterampilan
psikomotorik berkembang sejalan dengan pertumbuhan ukuran tubuh, kemampuan
fisik, dan perubahan fisiologi. Pada masa ini, laki-laki mengalami perkembangan
psikomotorik yang lebih pesat dibanding perempuan. Kemampuan psikomotorik laki
laki cenderung terus meningkat dalam hal kekuatan, kelincahan, dan daya tahan.
Secara umum, perkembangan psikomotorik pada perempuan terhenti setelah mengalami
menstruasi. Oleh karena itu, kemampuan psikomotorik laki-laki lebih tinggi dari
pada perempuan. Kata menghubungkan merupakan
tingkat penguasaan keterampilan yang termasuk dalam kategori Mempersepsikan (P1),yaitu
keterampilan menggunakan berbagai isyarat sensor untuk melakukan aktivitas
motorik seperti keterampilan menerjemahkan isyarat indra.(Bloom,1956)
2.
Siswa mampu menanggapi
perubahan yang ditimbulkan oleh gaya.(P2)
Alasan:
Menurut
Simpson(1972),domain psikomotorik menyangkut keterampilan gerakan dan kordinasi
secara fisik dalam menggunakan keterampilan fisik.
Kata
menanggapi merupakan tingkat
penguasaan keterampilan yang termasuk dalam kategori Kesiapan (P2),yaitu keterampilan untuk meningkatkan
kesiapan fisik,mental, dan emosional untuk melakukan suatu tindakan.
3. Siswa
mampu memperlihatkan adanya hubungan antara energi dan usaha. (P3)
Alasan:
Loree (1970) menyatakan “aspek psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan
keterampilan (skill) atau kemampuan
bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu, aspek
psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari,
melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya”.
Simpson (1956)
menyatakan
bahwa “Hasil belajar
psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak
individu”.
Kesimpulannya yang dapat ambil
adalah aspek psikomotorik adalah kelanjutan dari kognitif (memahami sesuatu)
dan afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan
berperilaku).
Remaja adalah individu yang terentang
pada periode perkembangan
sejak berakhirnya masa anak sampai
datangnya awal masa dewasa. Masa remaja berlangsung sekitar 11/12 tahun s.d
18/20 tahun.
Usia 13 tahun sudah memasuki masa remaja
awal yang ditandai dengan:
·
Laju
perkembangan sangat cepat
·
Proporsi ukuran
tinggi dan berat badan sering kurang seimbang
·
Munculnya
ciri-ciri skunder(tumbuh bulu pada pubic region,dsb)
·
Aktif dalam
berbagai jenis permainan/aktivitas.
Kata memperlihatkan
termasuk dalam Kategori gerakan terbimbing yang salah satu kemampuan
internalnya yaitu meniru contoh yang berkaitan dengan materi yang sedang
diajarkan.
4. Siswa
mampu memberi contoh tentang usaha dan gaya. (C2)
Alasan:
Kognitif
adalah proses yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan saraf pada
waktu manusia sedang berpikir (Gagne dalam Jamaris, 2006).
Piaget membagi tahapan perkembangan
kognitif ke dalam empat periode, yaitu:
·
Tahap
sensorimotor (usia 0-2 tahun)
·
Tahap
praoperasional (usia 2-7 tahun)
·
Tahap
operasional konkrit (usia 7-11tahun)
·
Tahap
operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Pada
tahap ini remaja mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan
dengan objek atau saat peristiwanya berlangsung sehingga dapat memecahkan
permasalahan yang sifatnya verbal.
Menurut Bloom (1956) domain kognitif
diantaranya yaitu Pemahaman (comprehension).
Memberikan
contoh tentang adalah salah satu
kata-kata kerja operasional yang terdapat dalam kategori pemahaman yang mengacu kepada kemampuan memahami
makna materi. Aspek ini satu tingkat di atas pengetahuan dan merupakan tingkat
berfikir yang rendah.
5.
Siswa mampu
menemukan usaha yang dilakukan oleh
sebuah gaya pada suatu benda. (C3)
Alasan:
Piaget membagi tahapan perkembangan
kognitif,salah satu tahapannya adalah Tahap operasional formal (usia 11tahun
sampai dewasa). Pada tahap ini
diperoleh kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan
menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.
Bloom (1956) menyatakan aspek
kognitif adalah kemampuan intelektual siswa dalam berpikir, mengetahui dan
memecahkan masalah.
Menurut Bloom (1956) domain kognitif
terbagi atas 6 bagian yaitu :
1.
Pengetahuan (knowledge)
2.
Pemahaman (comprehension)
3.
Penerapan (application)
Menemukan adalah salah satu kata-kata kerja
operasional yang terdapat dalam kategori penerapan. Pada tahap ini mengacu
kepada kemampuan menggunakan atau menerapkan materi yang sudah dipelajari pada
situasi yang baru dan menyangkut penggunaan aturan dan prinsip. Penerapan
merupakan tingkat kemampuan berfikir yang lebih tinggi daripada pemahaman.
4.
Analisa (analysis)
5.
Sintesa
6.
Evaluasi (evaluation)
6.
Siswa mampu
menanggapi fenomena yang berkaitan dengan usaha dan energi. (A2)
Alasan:
Menurut Bloom
(1956) aspek afektif dibagi menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, diantaranya yaitu Menanggapi atau partisipasi (A2)
Menanggapi mengandung
arti “adanya partisipasi aktif”.
Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan
yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam
fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya. Jenjang ini lebih tinggi
daripada jenjang receiving. Contoh hasil belajar ranah afektif responding
adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya lebih jauh atau
menggali lebih dalam
lagi.
7.
Siswa mampu
menyatakan pendapat mengenai gaya, usaha, dan energi. (A3)
Alasan:
Menurut Bloom
(1956) aspek afektif dibagi menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang,
yaitu:
1. Penerimaan
2.
Menanggapi atau partisipasi
3. Penilaian atau penentuan sikap.
Kata menyatakan pendapat adalah
salah satu kata kerja operasional yang terdapat pada kategori penilaian atau
penentuan sikap. Artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan
terhadap suatu kegiatan atau objek, sehingga
apabila kegiatan itu tidak dikerjakan akan membawa kerugian atau penyesalan.
Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada
receiving dan responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta
didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah
berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena..
4. Pengaturan atau pengorganisasian
5. Pembentukan pola