Kamis, 26 Juni 2014

Psikologi Pendidikan

Teori Konstruktivisme
A.                Latar Belakang
            Surat Al-Alaq 1-5


            Teori belajar konstruktivisme mulai berkembang pada abad 19. Teori tersebut merupakan suatu teori yang lebih mementingkan proses dari pada hasil. Proses pembelajaran tidak hanya melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, tetapi lebih banyak melibatkan proses berfikir.
             Menurut teori ini ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpisah-pisah tetapi melalui proses yang berkesinambungan dan menyeluruh.
            Melalui proses yang bermakna maka seorang anak akan tumbuh menjadi seorang individu yang lebih sempurna. Sama juga dalam hal belajar, penanaman proses lebih penting bila dibandingkan dengan penekanan hasil. Dengan proses yang bermakna maka akan dapat menghasilkan keluaran yang baik.
            Diantara para penemu belajar konstruktivisme yaitu Piaget. Beliau adalah seorang psikolog developmental karena penelitiannya mengenai tahap-tahap perkembangan serta perubahan umum yang mempengaruhi kemampuan belajar individu.
            Proses berfikir merupakan aktivitas gradual fungsi intelektual dari konkret ke abstrak. Selain hal tersebut Piaget juga menyelidiki masalah mengenai adaptasi manusia serta perkembangan intelektual atau kognisi berdasarkan dalil bahwa struktur intelektual terbentuk di dalam individu akibat interaksinya dengan lingkungan. Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai teori-teori dari Piaget yang dapat diterapkan dalam pendidikan.

B.                 Tujuan
1.      Dapat menjelaskan teori konstruktivisme.
2.      Dapat menunjukan peranan teori konstruktivisme dalam pendidikan.
3.      Dapat membangun situasi belajar yang sesuai dengan teori konstruktivisme.

C.                 Teori
a.       Pengertian Konstruktivisme
            Berdasarkan penelitian tentang anak-anak memperoleh pengetahuan, Piaget menyimpulkan bahwa pengetahuan itu dibangundalam pikiran anak. Penelitian inilah yang menyebabkan ia dikenal sebagai konstruktivis pertama. Menurut Piaget, semua pengetahuan adalah suatu konstruksi (bentukan) dari kegiatan atau tindakan seseorang. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang ada diluar tetapi ada didalam diri seseorang yang membentuknya. Pengetahuan selalu memerlukan pengalaman. Dengan kata lain pengetahuan tidak dapat diteruskan dalam bentuk yang sudah jadi.setiap seseorang harus membangun sendiri (mengkonstruksi) pengetahuan-pengetahuannya.
            Menurut Brunner (1960), konstruktivisme merupakan suatu proses dimana siswa membina ide baru atau konsep yang berasaskan kepada pengetahuan asal mereka. Siswa memilih dan menginterpretasikan pengetahuan baru, membina hipotesis dan membuat keputusan yang melibatkan pemikiran mental(stuktur kognitif) memberikan makna dan pembentukan pengalaman. Pembinaan pengalaman demi pengalaman inilah yang menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.

b.      Nama Tokoh dan  Pokok-Pokok Teorinya
1. JEAN PIAGET
http://blogdamartabellini2.blogspot.com
Biodata
JEAN PIAGET (1896-1980)
·      Lahir  di Neuchâtel, Switzerland, pada 9 agustus 1896.
·   Bapanya, Arthur Piaget, seorang profesor dalam kesusateraan zaman pertengahan dan mempunyai minat yang mendalam tentang sejarah.
·      Ibunya, Rebecca Jackson, seorang yang sangat pandai
·   Jean Piaget merupakan anak sulung dalam keluarga dan bakatnya mula dilihat ketika beumur 10 tahun.
·      Merupakan ahli psikologi switzerland yang terkenal
·      Meninggal pada tahun 1980. 
            Piaget merupakan salah seorang tokoh yang terkenal dengan teori perkembangan kognitif dan bagaimana manusia membina pengetahuan. Menurut Piaget, keupayaan mengurus maklumat dan pengetahuan berlaku secara berperingkat. Proses membina pengetahuan juga berlaku mengikut peringkat yang bermula dengan pengetahuan sedia ada dalam struktur kognitif. struktur asas dalam organiasasi mental ini dinamakan skema. Justeru, pengetahuan sedia ada yang yang menjadi asas tingkah laku ialah skema.
            Pengetahuan dibina apabila maklumat baru diserap masuk atau disesuaikan dalam struktur kognitif melalui proses adaptasi. Proses adaptasi merujuk kepada proses menyesuaikan dan menerima maklumat baru dalam struktur kognitif untuk mendapatkan keseimbangan antara skema dengan persekitaran. Ini dinamakan EQUILIBRASI.
PROSES-PROSES ADAPTASI
Terdapat dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.
1.Asimilasi
            Merupakan satu proses dimana apabila maklumat baharu tidak mempunyai ciri-ciri persamaan dengan maklumat sedia ada dalam skema, maklumat tersebut akan dapat diserapdengan mudah ke dalam struktur kognitif. Ini menyebabkan keseimbangan (equilibrasi) berlaku.
2.Akomodasi
            Merupakan satu proses dimana apabila maklumat baharu tidak mempunyai ciri-ciri persamaan dengan maklumat dalam skema, akan berlaku ganggu-gugat atau ketidakseimbangan dalam struktur kognitif. Proses ini dinamakan disequilibrasi.Kedua proses asimilasi dan akomodasi terjadi sepanjang hayat individu dalam proses penyesuaian diri dengan lingkungan. Dengan proses adaptasi yang semakin komlpeks, skema ini akan menjadi lebih kompleks. Skema yang semakin kompleks ini akan membentuk struktur kognitif. Struktur kognitif akan melalui proses organisasi secara hierarki dan dari susunan umum ke khusus.
      Singkatnya, melalui proses adaptasi, yaitu asimilasi dan akomodasi, informasi dalam struktur kognitif selalu diorganisasi dengan baik untuk disimpan dan digunakan jika diperlukan. Melalui proses inilah, konstruksi pengetahuan selalu dibuat sepanjang hayat individu.

2.      VYGOTSKY

Biodata
• Lahir pada 1896 di Belarusia, Rusia
• Vygotsky banyak terlibat dalalm mengkaji perkembangan kognitif di Institute of Psychology di Moskow.
• Merupakan psikolog Rusia yang terkenal.
• Meninggal pada 1934.
            Teori perkembangan kognitif Vygotsy merupakan dasar teori ini. Menurut Vygotsky, perkembangan konsep anak berkembang sistematis, logika dan rasional dengan bantuan dan bimbingan orang lain. Jadi teori konstruktivisme sosial ini berperan utama dalam pembelajaran dalam konteks sosio-budaya.
            Dalam konteks sosial, individu berbagi dan saling membangun pengetahuan baru. keterlibatan dengan orang lain memberi kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi dan meningkatkan pengetahuan diri.
Pandangan Konstruktivisme Sosial
1.  Pelajar memiliki keunikan karena berbeda latar belakangnya.
2. Latar belakang, pengalaman, interaksi dan budaya masyarakat sangat mempengaruhi pembelajaran individu.
3.  Pelajar bertanggung jawab terhadap konstruksi pengetahuan sendiri.
4.  Pengalaman sukses dan keyakinan diri mempengaruhi motivasi untuk belajar.
5.  Guru sebagai fasilitator.
6.  Pembelajaran terjadi dalam situasi sosial dan akif.
7. Kolaborasi antara guru, siswa dan bahan pengajaran penting dalam    pembelajaran.
8. Pembelajaran berbasis konteks penting dalam memfasilitasi siswa.
      Zona Perkembangan Terdekat
             ZPD mengacu pada tugas pembelajaran yang sulit dilakukan sendiri oleh siswa, tetapi dapat menguasainya debgan bimbingan orang lain yang lebih mahir.Sekiranya siswa dapat melakukannya sendiri, isi pelajaran tersebut berada di zona bawah. Sebaliknya jika siswa dapat menguasai tugas dengam bimbingan orang lain, tugas tersebut berada dalam ZPD.
            Menurut teori Vygotsky, Zona Perkembangan Proksimal merupakan pembagian antara perkembangan nyata dan perkembangan potensi, dimana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya.
ZON PERKEMBANGAN TERDEKAT
       Pada pandangan yang lain, Vygotsky mencari pengertian bagaimana anak-anak berkembang dengan melalui proses belajar, dimana fungsi-fungsi kognitif belum matang, tetapi masih dalam proses pematangan. Vygotsky membedakan antara perkembangan nyata dan perkembangan potensi pada anak. Perkembangan sebenarnya ditentukan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa atau guru. Sedangkan perkembangan potensi membedakan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu, menyelesaikankan masalah dengan bantuan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya.
3.      Analisis Teori
            Von Glasersfeld mengatakan bahwa konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu berinteraksi dengan lingkungannya.
            Menurut para penganut konstruktif, pengetahuan dibina secara aktif oleh seseorang yang berfikir. Seseorang tidak akan menyerap pengetahuan dengan pasif. Untuk membangun suatu pengetahuan baru, peserta didik akan menyesuaikan informasi baru atau pengalaman yang disampaikan guru dengan pengetahuan atau pengalaman yang telah dimilikinya melalui berintekrasi sosial dengan peserta didik lain atau dengan gurunya.
            Konsep teori belajar konstruktivisme mempunyai interpretasi perwujudan yang beragam. Belajar merupakan proses aktif untuk megkonstruksi pengetahuan dan bukan proses menerima pengetahuan. Proses pembelajaran yang terjadi lebih dimaksudkan untuk membantu atau mendukung proses belajar, bukan sekedar untuk menyampaikan pengetahuan.
            Dalam wawasan ini, sebenarnya siswalah yang mempunyai peranan penting dalam belajar, sedangkan guru secara fleksibel menempatkan diri sebagaimana diperlukan oleh siswa dalam proses memahami dunianya. Pada suatu saat guru memberi contoh, atau model bagi siswanya, dan pada saat yang lain guru membangunkan rasa ingin tahu dan keinginan anak untuk mempelajari sesuatu yang baru. Pada saat tertentu guru membiarkan anak mengeksplorasi dan bereksperimen sendiri dengan lingkungannya, guru cukup memberi semangat dan arahan saja.

Latihan membuat RPP berdasarkan Teori Konstruktivisme

Identitas Pengajar
                  Nama                                 : Ilah Susilah
                  Tempat tanggal lahir         : Kuningan,25 Oktober 1995
                  Umur                                 : 19 Tahun
                  Status                                : Mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif                                             Hidayatullah Jakarta
                  Jurusan                              : Pendidikan Ilmu pengetahuan Alam
                  Prodi                                  : Pendidikan Fisika
                  Semester                            : Dua (II)
IdentitasSiswa
Nama                                 : Ahmad Zulfiqri
Tempat tanggal lahir         : Tanggerang,30 juli 2001
Umur                                 : 13 tahun
TinggiBadan                     : 138 cm
BeratBadan                       : 33 kg
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
SatuanPendidikan             :  MTs Al-Amar
Mata Pelajaran                  : Fisika
Kelas/Semester                  :  VIII/ 2
MateriPokok                     :  Usaha danEnergi
Alokasiwaktu                    :  2 x 40 menit
A.    KOMPETENSI INTI
Memahami peranan usaha,gaya,dan energi dalam kehidupan sehari-hari.

B.     KOMPETENSI DASAR
Mengidentifikasi jenis gaya dan pengaruhnya pada suatu benda yang dikenai gaya.

C.    TUJUAN PEMBELAJARAN
·         Perkembangan Psikomotorik
      1.      Siswa mampu menghubungkan antara usaha dengan gaya. (P1)
      Alasan:
Keterampilan psikomotorik berkembang sejalan dengan pertumbuhan ukuran tubuh, kemampuan fisik, dan perubahan fisiologi. Pada masa ini, laki-laki mengalami perkembangan psikomotorik yang lebih pesat dibanding perempuan. Kemampuan psikomotorik laki laki cenderung terus meningkat dalam hal kekuatan, kelincahan, dan daya tahan. Secara umum, perkembangan psikomotorik pada perempuan terhenti setelah mengalami menstruasi. Oleh karena itu, kemampuan psikomotorik laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan. Kata menghubungkan merupakan tingkat penguasaan keterampilan yang termasuk dalam kategori Mempersepsikan (P1),yaitu keterampilan menggunakan berbagai isyarat sensor untuk melakukan aktivitas motorik seperti keterampilan menerjemahkan isyarat indra.(Bloom,1956)

2.      Siswa mampu menanggapi perubahan yang ditimbulkan oleh gaya.(P2)
            Alasan:
Menurut Simpson(1972),domain psikomotorik menyangkut keterampilan gerakan dan kordinasi secara fisik dalam menggunakan keterampilan fisik.
Kata menanggapi merupakan tingkat penguasaan keterampilan yang termasuk dalam kategori Kesiapan (P2),yaitu keterampilan untuk meningkatkan kesiapan fisik,mental, dan emosional untuk melakukan suatu tindakan.

3.      Siswa mampu memperlihatkan adanya hubungan antara energi dan usaha. (P3)
             Alasan:
Loree (1970) menyatakan aspek psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu, aspek psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya.
Simpson (1956) menyatakan bahwa “Hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu.
Kesimpulannya yang dapat ambil adalah aspek psikomotorik adalah kelanjutan dari kognitif (memahami sesuatu) dan afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku).
Remaja adalah individu yang terentang pada periode perkembangan
sejak berakhirnya masa anak sampai datangnya awal masa dewasa. Masa remaja berlangsung sekitar 11/12 tahun s.d 18/20 tahun.
      Usia 13 tahun sudah memasuki masa remaja awal yang ditandai dengan:
         Laju perkembangan sangat cepat
         Proporsi ukuran tinggi dan berat badan sering kurang seimbang
         Munculnya ciri-ciri skunder(tumbuh bulu pada pubic region,dsb)
         Aktif dalam berbagai jenis permainan/aktivitas.
Kata memperlihatkan termasuk dalam Kategori gerakan terbimbing yang salah satu kemampuan internalnya yaitu meniru contoh yang berkaitan dengan materi yang sedang diajarkan.

·         Perkembangan Kognitif
4.      Siswa mampu memberi contoh tentang usaha dan gaya. (C2)
            Alasan:
Kognitif adalah proses yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan saraf pada waktu manusia sedang berpikir (Gagne dalam Jamaris, 2006). Piaget membagi tahapan perkembangan kognitif ke dalam empat periode, yaitu:
         Tahap sensorimotor (usia 0-2 tahun)
         Tahap praoperasional (usia 2-7 tahun)
         Tahap operasional konkrit (usia 7-11tahun)
         Tahap operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Pada tahap ini  remaja  mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan dengan objek atau saat peristiwanya berlangsung sehingga dapat memecahkan permasalahan yang sifatnya verbal.
Menurut Bloom (1956) domain kognitif diantaranya yaitu Pemahaman (comprehension).
Memberikan contoh tentang adalah salah satu kata-kata kerja operasional yang terdapat dalam kategori pemahaman yang mengacu kepada kemampuan memahami makna materi. Aspek ini satu tingkat di atas pengetahuan dan merupakan salah satu tingkat berfikir yang paling rendah.

5.      Siswa mampu menemukan usaha yang dilakukan oleh sebuah gaya pada suatu benda. (C3)
            Alasan:
Piaget membagi tahapan perkembangan kognitif,salah satu tahapannya adalah Tahap operasional formal (usia 11tahun sampai dewasa). Pada tahap ini diperoleh kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.
Bloom (1956) menyatakan aspek kognitif adalah kemampuan intelektual siswa dalam berpikir, mengetahui dan memecahkan masalah.
Menurut Bloom (1956) domain kognitif terbagi atas 6 bagian yaitu :
1.         Pengetahuan (knowledge)
2.         Pemahaman (comprehension)
3.         Penerapan (application)
Menemukan adalah salah satu kata-kata kerja operasional yang terdapat dalam kategori penerapan. Pada tahap ini mengacu kepada kemampuan menggunakan atau menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut penggunaan aturan dan prinsip. Penerapan merupakan tingkat kemampuan berfikir yang lebih tinggi daripada pemahaman.
4.         Analisa (analysis)
5.         Sintesa
6.         Evaluasi (evaluation)

·         Perkembangan Afektif
6.      Siswa mampu menanggapi fenomena yang berkaitan dengan usaha dan energi. (A2)
            Alasan:
      Menurut Bloom (1956) aspek afektif dibagi menjadi lebih rinci lagi ke dalam          lima jenjang, diantaranya yaitu Menanggapi atau partisipasi (A2)
Menanggapi mengandung arti “adanya partisipasi aktif”.
 Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang receiving. Contoh hasil belajar ranah afektif responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya lebih jauh atau menggali lebih dalam lagi.
7.      Siswa mampu menyatakan pendapat mengenai gaya, usaha, dan energi. (A3)
            Alasan:
Menurut Bloom (1956) aspek afektif dibagi menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu:
1.      Penerimaan
2.       Menanggapi atau partisipasi
3.       Penilaian atau penentuan sikap.
Kata menyatakan pendapat adalah salah satu kata kerja operasional yang terdapat pada kategori penilaian atau penentuan sikap. Artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau objek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena.
4.       Pengaturan atau pengorganisasian
5.       Pembentukan pola
·         Perkembangan Nilai,Moral,dan Sikap
8. Siswa mampu mengaspirasikan pengetahuannya yang berhubungan usaha dan energi dalam kehidupan sehari-hari.
      Pada masa usia 11-13 tahun, pengertian anak tentang baik-buruk tentang norma-norma aturan serta nilai-nilai yang berlaku dilingkungannya menjadi bertambah dan juga menjadi fleksibel,tidak sekaku saat di usia anak-anak awal.
      Mereka mulai memahami bahwa penilaian baik buruk atau aturan-aturan dapat diubah tergantung dari keadaan atau situasi munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga makin beragam.
·         Perkembangan Konsep diri dan Emosi
9        9. Siswa  mampu mengkomunikasikan antara usaha dan energi dengan lingkungan sosial.
Ø  Fungsi emosi pada anak
            Fungsi dan peranan emosi pada perkembangan anak yang dimaksud adalah:
a. Merupakan bentuk komunikasi.
b. Emosi berperan dalam mempengaruhi kepribadian dan penyesuaian diri anak dengan lingkungan sosialnya.
c. Emosi dapat mempengaruhi iklim psikologis lingkungan.
d. Tingkah laku yang sama dan ditampilkan secara berulang dapat menjadi satu kebiasaan.
e. Ketegangan emosi yang di miliki anak dapat menghambat aktivitas motorik dan mental anak (Resa, 2010).
·         Perkembangan Kreativitas
1   10. Siswa mampu menciptakan sesuatu yang berhubungan dengan usaha dan energi.
                  Perkembangan kreativitas sangat erat kaitannya dengan perkembangan kognitif individu karena kreativitas sesungguhnya merupakan perwujudan dari pekerjaan otak. Para pakar kreativitas, misalnya Clark (1988) dan Gowan (1989) melalui Teori Belahan Otak (Hemisphere Theory) mengatakan bahwa sesungguhnya otak manusia itu menurut fungsinya terbagi menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kiri (left hemisphere) dan belahan otak kanan (right hemisphere). Otak belahan kiri mengarah kepada cara berfikir konvergen (convergen thinking), sedangkan otak belahan kanan mengarah kepada cara berfikir menyebar (difergent thinking).

D.    METODE PEMBELAJARAN
            Menurut teori belajar konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.
Sehubungan dengan hal di atas, Tasker (1992: 30) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingnya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima.
Wheatley (1991: 12) mendukung pendapat di atas dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.
Kedua pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya. Bahkan secara spesifik Hudoyo (1990: 4) mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari pada apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut.
Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu
(1) siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki,
(2) pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti,
(3) strategi siswa lebih bernilai, dan
(4) siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut:
(1) memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri,
(2) memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif,
(3) memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru,
(4) memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa,
(5) mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan
(6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Selain itu Slavin menyebutkan strategi-strategi belajar pada teori kontruktivisme adalah top-down processing( siswa belajar dimulai dengan masalah yang kompleks untuk dipecahkan, kemudian menemukan ketrampilan yang dibutuhkan, cooperative learning(strategi yang digunakan untuk proses belajar, agar siswa lebih mudah dalam menghadapi problem yang dihadapi dan generative learning(strategi yang menekankan pada integrasi yang aktif antara materi atau pengetahuan yang baru diperoleh dengan schemata
Tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap perkembagan mental. Ruseffendi (1988: 133) mengemukakan;
1. Perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama,
2. Tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan
 3. Gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).
·         Mengatasi lupa dan jenuh dalam belajar
            Kiat terbaik untuk mengurangi lupa adalah dengan cara meningkatkan daya ingat akal siswa. Banyak ragam kiat yang banyak dicoba siswa dalam mengingat daya ingatannya. Antara lain menurut Barlow (1985), Reber (1988), dan Anderson (1990), adalah sebagai berikut:
a.      Overlearning
            Overlearning (belajar lebih) artinya upaya belajar yang melebihi batas penguasaan dasar atas materi tertentu. Overleaning terjadi apabila respons atau reaksi tertentu muncul setelah siswa melakukan pembelajaran atas respons tersebut dengan cara diluar kebiasaan.
b.      Ekstra study time
            Ekstra study time (tambahan waktu belajar) ialah upaya penambahan alokasi waktu belajaran atau penambahan frekunsi aktifitas belajar.
c.       Mnemonic device
            Mnemonic device (muslihat memori) yang sering juga disebut mne-monic itu berarti kiat khusus yang dijadikan ‘’alat pengait’’ mental untuk memasukkan item-item informasi ke dalam sistem akal siswa. Muslihat mnemonik ini banyak ragamnya, tetapi yang paling menonjol adalah sebagaimana terurai di bawah ini.
1)      Rima  
Adalah sajak yang dibuat sedemikian rupa yang isinya terdiri atas kata dan istilah yang harus diingat siswa. Sajak ini akan lebih baik pengaruhnya apabila diberi not-not sehingga dapat dinyanyikan.
2)      Singkatan
Yakni terdiri atas huruf-huruf awal nama atau istilah yang harus diingat siswa. Pembuatan singkatan-singkatan dilakukan sedemikian rupa sehingga menarik dan memiliki kesan tersendiri.
3)      Sistem kata pasak (Peg Word System)
Yakni sejenis dengan teknik mnemorik yang menggunakan komponen-komponen yang sebelumnya telah dikuasai sebagai pasak (paku) pengait memori baru.
4)      Metode Losai (Method of Loci)
Yaitu kiat mnemonik yang menggunakan tempat-tempat khusus dan terkenal sebagai sarana penempatan kata dan istilah-istilah tertentu yang harus diingat siswa.
5)      Sistem kata kunci (Key Word System)
Kiat mnemorik yang satu ini relatif tergolong baru dibanding dengan kiat0kiat mnemorik lainnya. Mnemorik ini di kembangkan oleh Raugh dan Atkinson (Barlow, 1985). Sistem kata kunci biasanya direkayasa sevara khusus untuk mempelajari kata dan istilah asing, dan konon cukup efektif untuk pengajaran bahasa asing.
            Dalam belajar, selain siswa sering mengalami kelupaan, ia sering juga mengalami peristiwa negatif lainnya yang disebut jenuh belajar yang dalam psikologi lazim disebut learning plateau atau plateau saja. Peristiwa jenuh ini kalau dialami seorang siswa yang sedang dalam proses belajar (kejenuhan belajar) dapat membuat siswa tersebut merasa telah membubadzirkan usahanya. Sehingga siswa yang dalam keadaan jenuh tidak akan bisa menerima pelajaran dengan maksimal.Kiat-kiat yang dapat dilakukan antara lain:
1. Melakukan istirahat dan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi dengan takaran yang cukup banyak.
2. Pengubahan atau pembuatan jadwal kembali jam-jam dari hari-hari yang lebih dianggap memungkinkan sisawa belajar lebih giat.
3. Mengubah atau menata kembali lingkungan belajar siswa yang meliputi pengubahan posisi mea tulis, lemari, rak buku, alat-alat perlengkapan belajar, yang membuat siswa merasa ada dalam suasana baru yang lebih nyaman
4. Memberikan motivasi dan stimulasi baru agar siswa merasa terdorong untuk belajar lebih giat daripada sebelumnya.
5. Siswa harus berbuat nyata (tidak menyerah atau tinggal diam) dengan memcoba belajar dan belajar lagi.
6. Menciptakan lingkungan Sekolah yang kondusif
7. Mengembangkan Resilensi Peserta Didik.
            E. EVALUASI
            Menurut suharsumi arikunto (1986:3), evaluasi meliputidua bagian yaitu mengukur dan menilai. Dalam mengevaluasi kegiatan belajar atau hasil belajar siswa, hendaknya guru memerhatikan aspek-aspek psikologi siswa. Seperti intelegensi (kecerdasan), kemampuan, minat, bakat, kreativitas, dan nilai moral serta sikap yang sangat mempengaruhi hasi belajar siswa.
·         Multiple Intelligensi
            Pada dasarnya bahwa kesulitan belajar anak didik bukan disebabkan oleh rendahnya inteligensi. Karena dalam kenyataannya cukup banyak anak didik yang mempunyai inteligensi yang tinggi, tetapi hasil belajarnya rendah, jauh dari yang diharapkan.
            Kesulitan belajar yang dirasakan oleh anak didik ialah terdiri dari bermacam-macam faktor,faktor-faktor tersebut ialah
1)   Faktor Internal,meliputi:
            a. Bersifat kognitif, antara lain seperti rendahnya kapasitas   intelektual/inteligensi anak didik.
            b.  Bersifat efektif, antara lain seperti labilnya emosi dan sikap.
     c.Bersifat psikomotor, antara lain seperti terganggunya alat-alat indra penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga).

2)   Faktor Eksternal,meliputi:
         a. Lingkungan keluarga, contohnya; ketidak harmonisan hubungan antara  ayah dengan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
        b. Lingkungan perkampungan/masyarakat, contoh; wilayah perkampungan kumuh (slum area) dan teman sepermainan (peer gruop) yang nakal.
        c. Lingkingan sekolah, contohnya; kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru serta alat-alat belajar yang berkualitas   rendah.

REFERENSI
Desmita. 2010.  Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Ella Yulaelawati, Kurikulum dan Pembelajaran; Filosofi Teori dan Aplikasi, (Bandung: Pakar Raya, 2004)
Sabri, M. Alisuf. 1996. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya
Syaiful Bahri Djamarah,Psikologi Belajar,(Jakarta:Rineka Cipta,2002)
Uno, Hamzah B. 2008. Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997)
Jonanssen, D.H., (1990). Objectivism Versus Constructivism: Do We Need  New Philosophical Paradigm? ERT & D, Vol. 29, No. 3, pp. 5-14.
Perkins, D.N., (1991). What Constructivism Demands of The Learner. EducationTechnology. Vol. 33, No. 9, pp. 19-21





Tidak ada komentar:

Posting Komentar